Dari situlah kita mengenal istilah Ummul Mujahidin "Ibu Para Pejuang". Dialah yang merawat putranya sendiri. Bahkan, ada salah satu dari mereka yang mengungkapkan kasih sayangnya seraya berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya dahulu perutku sebagai wadah bagi purtaku ini, susu ku untuk minumannya, dan pangkuanku sebagai tempat berbaringnya." Demikian ungkapan kasih sayang seorang ibu lewat hadist riwayat Amr bin Syuaib dari bapaknya, dari kakeknya dan dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Hakim. Berikut beberapa nama sahabat wanita yang tercatat sebagai ibu teladan.
UMMU HANI'
Dia adalah Fakhitah binti Abi Thalib bi Abdul Muthalib. Ibunya adalah Fatimah binti Asad bin Hasyim, salah seorang wanita Quraisy yang mempunyai ide cemerlang dan mumpuni dalam bidang sastra. Rasulullah saw datang melamarnya pada masa jahiliah pada saat bapaknya telah menjanjikannya untuk diperistri kepada Hubairah bi Abu Wahab. Namun, akhirnya Hubairah berhasil memenangkan persaingan tersebut dan berlangsunglah pernikahan antara keduanya. Ketika cahaya islam mulai bersinar, Ummu Hani' masuk islam, sedang suaminya tetap dalam kekafirannya. Maka atas dasar hukum islam, berpisahlah kedua pasangan tersebut, sedangkan keempat putra mereka yang masih kecil berada dalam asuhan ibunya (Ummu Hani').
Tidak lama kemudian, datanglah Rasulullah saw melamar Ummu Hani' untuk kedua kalinya. Lalu Ummu Hani' berkata, "Wahai Rasulullah, engkau adalah orang yang paling saya cintai daripada pendengaranku dan penglihatanku. Akan tetapi, bukankah hak seorang suami itu sangat besar? Saya khawatir jika saya menerima engkau sebagai suami, perhatian saya terhadap diri saya dan anak-anak saya akan terabaikan. Namun, jika saya lebih mementingkan anak-anak saya, saya khawatir tidak bisa memenuhi hak-hak Baginda Rasul sebagai seorang suami."
Rasulullah saw menjawab, "Sebaik-baik wanita yang bisa menunggangi unta adalah wanita Quraisy; karena, dialah orang yang paling sayang kepada putranya dan pada saat yang sama dia juga yang paling perhatian kepada suaminya." (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Riwayat di atas menunjukkan bagaimana besarnya perhatian seorang ibu kepada putra-putranya yang masih kecil. Oleh karena itulah Ummu Hani' sempat bimbang ketika Rasulullah datang melamarnya. Kalau bukan karena jiwa keibuan yang tinggi, tentu dia langsung menerima lamaran tersebut. Siapa sih wanita muslimah saat itu yang tidak menginginkan kedudukan sebagai Ummul Mu'minin (istri Rasul)?, Di samping sifat keibuannya, Ummu Hani' adalah sosok wanita yang mempunyai kepribadian yang luwes dan tegas. Dikisahkan pada suatu hari dia memberi suaka kepada dua orang dari saudara iparnya yang meminta perlindungan dari hukuman mati. Berikut penuturan Ummu Hani' selengkapnya.
"Ketika Rasulullah saw. sedang berada di pusat kota Mekkah, tiba-tiba datanglah dua orang saudara iparku dari Bani Makhzum meminta perlindunan kepadaku. Tidak lama kemudian datanglah Ali bin Abi Thalib saudaraku seraya berkata, "Demi Allah, akan saya bunuh kedua orang tersebut. "namun, saya tidak membukakan pintu untuknya, lalu saya mendatangi Rasulullah saw.. Beliau berkata, "Selamat datang Ummu Hani', gerangan apa yang membawamu ke sini? "Sayapun menceritakan kepadanya perihal dua orang tersebut dan Ali. Setelah itu beliauberkata, "Kami turut melindungi orang yang kamu lindungi dan kami juga mengamankan orang yang kamu amankan." (HR. Bukhari)
Riwayat di atas salah satu bukti bagaimana islam menghargai pendapat wanita, mengangkat martabatnya denganmemberikan hak-haknya yang selama masa jahiliah terabaikan begitu saja.
LUBABAH BINTI HARIST BIN HAZN AL HILALLIYAH
Kalau kita membuka buku-buku biografi (tarajum) sahabat,kita akan mendapatkan dua nama yang sama, yaitu Lubabah binti Harist. Ternyata, keduanya adalah dua bersaudari (kakak beradik). Lubabah yang besar adalah ibu dari "Si tinta Umat" (Habrul Ummah) Abdullah bin Abbas. Sedankan Lubabah yangkecil adalah ibu dari "Si Pedang Allah" (Saifullah) Khalid bin Walid. Lubabah kecil biasa dijuluki al Ishma. Beberapa ulama bersilang pendapat apakah dia (lubabah kecil) termasuk dalam kategori sahabat atau tabi'in sebagaimana yang disinyalir oleh Abu Umar dalam al Isti'ab. Namun, Ibnu Katsir memasukkan namanya dalam jajaran sahabat. Sedagkan, Lubabah besar biasa dijuluki "Ummul Fadhl". Dia adalah istri Abbas bin Abdul Muthalib, ibu dari Fadhl, Abdullah dan putranya yang lain.
Diantara keutamaan wanita pada masa Lubabah besar adalah termasuk orang-orang yang pertama masuk islam. Lubabah besar masuk islam setelah Khadijah binti Khuwailid. Dalam hal ini, Abdullah bin Abbas pernah berkata, "Saya dan ibu saya termasuk orang-orang muslim pertama yang tertindas dari kalangan wanita dan anak-anak." (Riwayat Bukhari)
L:ubabah besar termasuk salah seorang wanita muslimah yang cukup disegani di kalangan kaumnya, di antara keutamaan "Ummul Fadhl" (Lubabah besar) adalah wanita yang dikaruniai sudara ipar dari kalangan orang mulia. Bagaimana tidak, saudarinya yang bernama Maimunah adalah istri Rasulullah saw.. Kemudian datang Abbas menikahi asiknya yang bernama Lubabah. Adiknya yang lain, yang bernama Salma, diperistri oleh Hamzah. Sedangkan adiknya yang lain juga yang bernama Asma diperistri oleh Ja'far bin Abu Thalib. Setelah Ja'far meninggal, datang Abu Bakar menikahi janda Ja'far (Asma). Sepeninggal Abu Bakar, Ali datang menggantikan posisi Abu Bakar (menikahi Asma).
Dalam al Isti'ab, Abu Umar menuturkan bahwa Lubabah besar termasuk wanita yang subur (dari pernikahannya dengan Abbas, dia dikaruniai enam putra cerdas). Karena kewibawaannya di kalangan wanita Arab, rasulullah kerap sekali mengunjunginya. Dalam periwayatan hadist, Lubabah besar juga meriwayatkan beberapa hadist dari Rasulullah saw.. Jumlah hadist yang diriwayatkannya sebanyak 30 hadist. Tiga di antaranya diriwayatkan dalam kitab shahihain (Bukhati-Muslim). Satu hadist termasuk muttafaq'alaih (disepakati keabsahannya oleh Bukhari_Muslim), satu yang lainnya hanya diriwayatkan oleh Muslim. Putranya Abdullah bin Abbas juga meriwayatkan dari ibunya. Disebutkan dalam shahih Bukhari bahwasannya para sahabat mengadu (bertanya-tanya) apakah Rasulullah saw. puasa pada hari Arafa? Lalu diutuslah "Ummul Fadhl" mendatangi beliau dengan membawa secawan susu. Rasulullah pun meminumnya di tempat wukuf, maka para sahabat tahu bahwa beliau tidak berpuasa.
Demikian sekilas tentang Lubabah besar, ibu Abdullah, yang sejak pertama berharap agar putranya kelak menjadi orang yang mencatat sejarah. Suatu hari sambil menimang putranya (Abdullah) Lubabah berkata :
"Saya telah korbankan tenaga dan keperawananku (demi putraku), maka putraku ini harus menjadi pemimpin, baik bagi orang yang keras maupun orang yang lembut."
Ternyata harapan Lubabah pun tercapai, salah satu putranya yang bernama Abdullah menjadi seorang pemimpin kaumnya dengan ilmunya, sehingga ia mendapat gelar Habrul Ummah "Tinta Umat". Demikianlah kelembutan seorang ibu kepada putranya. Lubabah meninggal sebelum suaminya Abbas bin Abi Thalib pada masa pemerintahan Utsman bin Affan.
ARWA BINTI ABDUL MUTHALIB (BIBI RASULULLAH SAW)
Arwa bin Abdul Muthalib termasuk orang yang masuk islam di Mekkah dan ikut hijrah ke Madinah. Sebelum masuk islam, dia termasuk orang yang mendukung perjuangan Rasulullah saw. Suatu hari, orang-orang di sekitarnya memberitahu bahwa putranya Kulaib bin Umair masuk islam di rumah al Arqam bin Abil Arqam al Makhzumi. Sepulang dari sana Kulaib langsung menemui ibunya dan berkata, "(wahai ibu) saya telah mengikuti (agama) Muhammad dan saya telah memeluk islam karena Allah." Ibunya menjawab, "Sesungguhnya orang yang paling berhak kamu dukung dan bela adalah putra pamanmu (Muhammad). Demi Allah, seandainya saya mampu sebagaimana kaum laki-laki maka saya akan selalu membelanya." Kulaib berkata, "kalau memang demikian, apa yang menghalangi ibu untuk masuk islam dan menjadi pengikutnya (Muhammad). Padahal saudara Hamzah telah masuk islam?" Ibunya menjawab, "Saya melihat saudari-saudariku dulu (kalau mereka masuk islam) saya akan menjadi salah satu dari mereka." Kulaib berkata, "sesungguhnya saya memohon kepadamu demi Allah untuk mendatanginya (Muhammad), memebri salam kepadanya,mempercayainya dan bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah."
Setelah masuk islam, Arwa binti Abdul Muthalib termasuk salah satu wanita yang paling gigih membela Rasulullah saw. dengan lisannya dan menyuruh putranya untuk selalu taat dan patuh terhadap Rasulullah saw. Suatu hari, Abu Jahal telah mempersiapkan sekelompok orang kafir Mekkah untuk menganiaya Rasulullah, mendenagr hal itu Kulaib langsung pergi menemui Abu Jahal lalu memukulnya sampai kulit Abu Jahal terkelupas. Seketika itu juga gerombolan tersebut menyeret Kulaib dan mengikatnya. Tidak lama kemudian datanglah Abu Lahab membebaskannya.
Orang-orang memberitahu Kulaib yang membela Rasulullah kepada ibunya seraya berkata, "(wahai Arwa), tahukah anda bahwa putra anda telah menjadi pembela Muhammad?" Dengan tegas Arwa menjawab, "Hari yang terbaik bagi Kulaib adalah hari dimana dia membela putra pamannya (Muhammad) karena memang apa yang dia bawa adalah kebenaran yang datangnya dari Allah." Mereka bertanya, "Kalau begitu anda juga pengikut Muhammad?", Arwa menjawab, "Benar." Mendengar hal tersebut sebagian orang-kafir melaporkan keislaman Arwa kepada Abu Lahab. Datanglah Abu Lahab menemui Arwa dan berkata, "Sesungguhnya suatu berita mengejutkan atas kamu yang telah mengikuti Muhammad dan meninggalkan agama Abdul Muthalib." Arwa menjawab, "Memang sudah seharusnya demikian. Sekarang berdirilah di samping putra saudaramu (Muhammad saw) untuk menolong dan membelanya. Apabila sudah jelas perkaranya (kebenaran Muhammad nagimu) maka kamu boleh memilih, kamu ikut dengannya (masuk islam) atau kamu tetap dalam agamamu." Sambil berpaling pergi, Abu Lahab menjawab, "Kita adalah kaum yang disegani di kalangan Arab, bagaiman kita harus tunduk dengan orang yang datang dengan agama baru." Arwa menjawab Abu Lahab dengan satu bait syair, "Sesungguhnya Kulaib telah menolong putra pamannya. Ia jaga Rasulullah dalam lindungannya dan ia infakkan hartanya (untuk perjuangan)."
Perdebatan antara Abu Lahab dan Arwa menggambarkan kita pada sosok ibu yang tegar dan tegas dalam membela putranya yang memperjuangkan kebenaran. Dalam syairnya yang lain Arwa memuji Rasulullah seraya berkata, "Wahai Rasulullah, emgkaulah harapan kami karena engkau telah berbuat baik kepada kami dan engkau tidak pernah semena-mena terhadap kami." Demikianlah sosok ibu teladan Arwa binti Abdul Muthalib yang selalu mencurahkan perhatiannya kepada perjuangan Rasulullah saw. dan selalu menyeru kepada putranya untuk mendukung dan menbela Rasulullah. Arwa, sang ibu teladan meninggal pada sekitar tahun 15 Hijriyah.
UMMU AIMAN BARAKAH BINTI MUHSIN
Seorang anak yatim terkadang menemukan seseorang yang menggantikan posisi ibunya dalam memberikan kasih sayangnya dan merawatnya sebagaimana kisah Ummu Aiman yang sering merawat Rasulullah saw. bersama ibu kandungnya Aminah binti Wahab. Pada saat penduduk Arab sebelum kelahiran Rasulullah saw. bersorak ria atas kemenangan mereka terhadap tentara gajah (Ashabul Fil) yang datang menyerang Ka'bah, Aminah binti Wahab yang saat itu sedang hamil tua lebih memilih menyendiri dari keramaian kota Mekkah, dia ingin merasakan ketenangan dan kebahagiaan dengan bayi yang sebentar lagi akan dilahirkannya. Namun, sesaat dia teringat suaminya yang telah meninggal dunia sehingga tidak ikut merasakan saat-saat yang berbahagia dalam kehidupan suami istri. Namun, cahaya yang ia lihat sebelu kelahiran Rasulullah saw. memberikan ketentraman dan ketenangan dalam hatinya serta melupakannya dari segala kegundahan.
Kasih sayang Allah swt kepada bayi yang alhir dalam keadaan yatim tersebut turun mengembuskan rasa sayang dan kelembutan kepada hati-hati para pengasuh bayi tersebut. Seorang budak Habasyah yang mewarisi anak yatim yang kehilangan ayahnya tersebut diembusi rasa sayang oleh Allah. Oleh karena itu, ia curahkan segala perhatian, kasih sayang dan kelembutannya kepada buah hatinya yang semata wayang. Belum beberapa lama sang bayi diasuh dan dirawat dalam buaian ibunya, sang ibu harus rela melepaskan bayi tersebut untk disusui oleh seorang ibu yang tak kalah sayangnya kepada bayi tersebut. Dibawalah bayi tersebut meninggalkan kota Mekkah ke alam pedesaan yang terpencil (al Badiah)
Selang beberapa waktu kemudian, bayi tersebut dibawa kembali ke Mekkah untuk diasuh di bawah buaian sang ibu kandung dan pengasuhnya. Ketika sang ibu kandung hendak bertandang ke Yatsrib (Madinah) bersama anaknya untuk mengunjungi paman-pamannya dari Bani Najjar, ibu pengasuh pun ikut menemani mereka berdua. Setelah si anak dan ibunya merampungkan keperluannya di Yatsrib, pulanglah anak tersebut ke Mekkah di bawah belaian kedua ibunya. Namun, belum jauh dari kota Yatsrib, sang ibu kandung terkena sakit sebagaimana yang dialami bapaknya sebelum dia dilahirkan. Akhirnya, ketika mereka hampir mendekati sebuah tempat dekat Abwa, sang ibu Rasulullah menemui ajalnya.
Pulanglah anak yatim piatu tersebut dengan ibu asuhnya menemui kakek dan paman-pamannya di Mekkah tanpa ada seorang pun yang menemani perjalanan mereka. Sejak saat itu ibu asuh merawat anak kecil tersebut hingga tumbuh dewasa. Setelah menginjak usia dewasa, sang anak melepaskan ibu asuhnya dengan membela hak-haknya untuk hidup mandiri. Tidak lama kemudian, sang ibu menikah dengan seorang pendatang dari Yatsrib. Sang ibu asuh pun ikut suaminya ke Yatsrib setetlah tinggal beberapa waktu di Mekkah. Sepeninggal suaminya, sang ibu asuh kembali ke Mekkah dengan seorang putra, Aiman bin Ubaid hasil pernikahan mereka guna menemui putra pertamanya (Muhammad saw) dan hidup bersama-sama lagi.
Karunia Allah kepada anak yatim tersebut (Muhammad) semakin sempurna karena anak yatim tersebut sama sekali tidak pernah merepotkan ibu asuhnya. Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah saw pernah mengekspresikan kelembutan dan kasih sayang ibu asuhnya dengan berkata, "Sesungguhnya dia (Ummu Aiman) sisa dari keluargaku." Sebaliknya,kasih sayang Rasulullah kepada ibu asuhnya pun sangat besar dan dalam banyak kesempatan beliau selalu berusaha agar ibu asuhnya bisa hidup bahagia. Untuk itu beliau pernah bersabda, "Barang siapa yang ingin mendapat kebahagiaan untuk menikahi seorang wanita ahli surga, hendaknya dia menikahi Ummu Aiman."
HALIMAH ASSA'DIYAH (IBU SUSU RASULULLAH SAW)
Siapa saja yang berbicara tentang Sirah Nabawiyah sejarah Nabi Muhammad saw pasti akan ditemui nama Halimah as Sa'diyah menjadi ibu susu bagi Rasulullah saw dengan kepribadiannya yang mulian dan kelembutan hatinya. Adalah takdir Allah SWT yang menghendaki Halimah menjadi ibu susu bagi Rasulullah yang datang bersama para wanita Bani Sa'ad. Karena pada saat itu tidak ada bayi yang disusui kecuali hanya cucu Abdul Muthalib yang yatim.
Halimah as Sa'diyah berasal dari keturunan Bani Asad bin Bakar Hawazin sampai pada garis keturunan Qais 'Ailan. Karena kemuliaan dan akhlak yang baik serta kelembutannya, Halimah dipilih oleh Abdul Muthalib untuk menyusui kedua cucunya Muhammad dan Abu Sufyan. Setelah empat tahun Rasulullah saw diasuh dan dididik oleh Halimah dengan Akhlak Arab, solidaritas yang tinggi, kemuliaan, kebenaran dan kejujuran. Ketika Rasulullah saw menginjak usia lima tahun lebih satu bulan, Halimah mengembalikannya kepada keluarganya setelah merasakan karunia Allah yang ia dapati selama mengasuh si anak yatim tersebut.
Cinta Rasulullah kepada Halimah begitu mendalam sampai suatu hari datanglah salah seorang wanita memberitahu tentang kematian Halimah,beliau langsung beruraian air mata. Setelah itu wanita tersebut berkata kepada beliau, "Sesungguhnya saudara-saudaramu (satu susu) membutuhkanmu." Datanglah beliau menemui mereka untuk memenuhi kebutuhan mereka. Lebih lanjut wanita tersebut berkata, "Sebaik-baik orang yang dikafili adalah kamu saat kecil, dan sebaik-baik orang juga kamu saat besar, karena kamu banyak membawa berkah."
Mendengar perkataan wanita tersebut, Rasulullah langsung teringat akan masa kecilnya,masa dimana beliau dan saudara-saudaranya merasakan belaian kasih sayang seorang ibu yang lembut. Sosok ibu Halimah tentunya meninggalkan kesan yang mendalam pada diri beliau. makanya tidak heran, begitu beliau mendengar kematiannya, berlinanglah air matanya. Kepada siapa saja yang memelihara anak yatim, saya persembahkan kisah Halimah yang dibalas oleh Allah dengan rezeki yang melimpah dan pahala yang agung lantaran kelembutan dan kasih sayangnya yang telah dicurahkan kepada anak yatim (Muhammad saw).
Kepada anak asuh, penulis sertakan sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Abu Ya'la dan lainnya dari Imarah bin Tsauban dari Abu ath Thufail bahwasannya ketika Rasulullah saw sedang membagikan daging di al Ja'ranah, datanglah seorang wanita dari pedesaan (badawwiyah). Ketika wanita tersebut mendekati Rasulullah, beliau langsung menggelar sorbannya dan mempersilahkan wanita tersebut duduk di atasnya. Abu ath Thufail pun bertanya, "Siapakah dia?" Para sahabat yang lain menjawab, "Dialah yang ibunya menyusui Rasulullah saw."
ASY-SYAIMA BINTI HARITS AS SA'DIYAH
Begitu menyebut Halimah as Sa'diyah, ingatan kita tentunya kembali pada seorang saudari susu Rasulullah saw yaitu Asy Syaima as Sa'diyah. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Rasulllah saw anak semata wayang yang tidak mempunyai saudara maupun saudari kandung. Namun, beliau mempunyai banyak saudara satu susu. Mereka itu adalah sebagaimana yang dituturkan Ibnu Ishak dari riwayat Yunus bin Bakiir dan yang lainnya darinya Abdullah, Anisah, Hudzaifah banul Harits dan Hudzaifah banyak yang mengatakan dia adalah Asy Syaima.
Bersama ibunya, asy Syaima juga ikut merawat dan mengasuh Rasulullah saw. Oleh karena itu banyak dijumpai orang Arab menami putrinya dengan "ash Syaima" sebagai tanda kehormatan atas jasanya dalam merawat Rasulullah saw. Suatu hari asy Syaima menimang Nabi saw seraya berkata, "Wahai Tuhanku, jagalah Muhammad demai kami sampai kami melihatnya tumbuh dewasa, kemudian kami ingin melihatnya sebagai seorang pemimpin yang disegani, dan hancurkanlah para musuhnya dan orang yang dengki kepadanya. Serta berikanlah dia kemuliaan yang kekal untuk selamanya." Mendengar lantunan doa yang diucapkan asy Syaimah tersebut, Abu Urwah al Azdi berkata, "Alangkah indahnya jika Allah mengabulkan doanya."
Dalam riwayat Abu Umar dikisahkan bahwa suatu hari kuda yang ditunggangi Rasulullah saw berhenti mendadak di Hawazin. Para sahabat pun menyeret kuda tersebut sekuat tenaga, namun kuda tersebut tetap diam. Tidak lama kemudian datanglah asy Syaima dan berkata, "Sesungguhnya saya adalah sahabat kalian." Ketika para sahabat mendekatinya, dia mendekati Rasulullah sambil menunjukkan tanda yang beliau kenal, "Wahai Muhammad, saya adalah saudarimu." Seketika itu juga beliau menyambutnya sambil menggelar surbannya dan mempersilahkan duduk di atasnya. Dengan rasa haru Rasulullah berkata kepadanya, "Kalau kamu ingin pulang ke kaummu, saya akan mengantarmu. Atau dengan penuh rasa hormat, silahkan kamu menetap di sini." Asy Syaima menjawab, "Tidak, saya ingin pulang ke kaumku." Ia lalu masuk islam dan beliau menghadiahkan seekor unta serta tiga orang budak laki-laki dan seorang budak peempuan (amah).
siapa saja yang mempunyai peran dalam hidup Rasulullah sa baik ketika beliau masih kecil maupun setelah setelah diutus sebagai rasul, sudah selayaknya untuk kita sebagai kaum muslimin mengenang dan menghormati atas jasa dan pengorbanannya demi Rasul tercinta. Rasulullah pun dalam hal ini teklah memberi teladan kepada kita sebagaimana hadist di atas. Dengan mengenang jasa-jasa mereka, setidaknya akan memotivasi kita untuk mengikuti jejak mereka dengan terus menghidupkan dan melestarikan sunnah-sunnah Rasul. Karena hanya orang-orang yang mempunyai keutamaan yang tahu akan hakikat keutamaan.
"Ketika Rasulullah saw. sedang berada di pusat kota Mekkah, tiba-tiba datanglah dua orang saudara iparku dari Bani Makhzum meminta perlindunan kepadaku. Tidak lama kemudian datanglah Ali bin Abi Thalib saudaraku seraya berkata, "Demi Allah, akan saya bunuh kedua orang tersebut. "namun, saya tidak membukakan pintu untuknya, lalu saya mendatangi Rasulullah saw.. Beliau berkata, "Selamat datang Ummu Hani', gerangan apa yang membawamu ke sini? "Sayapun menceritakan kepadanya perihal dua orang tersebut dan Ali. Setelah itu beliauberkata, "Kami turut melindungi orang yang kamu lindungi dan kami juga mengamankan orang yang kamu amankan." (HR. Bukhari)
Riwayat di atas salah satu bukti bagaimana islam menghargai pendapat wanita, mengangkat martabatnya denganmemberikan hak-haknya yang selama masa jahiliah terabaikan begitu saja.
LUBABAH BINTI HARIST BIN HAZN AL HILALLIYAH
Kalau kita membuka buku-buku biografi (tarajum) sahabat,kita akan mendapatkan dua nama yang sama, yaitu Lubabah binti Harist. Ternyata, keduanya adalah dua bersaudari (kakak beradik). Lubabah yang besar adalah ibu dari "Si tinta Umat" (Habrul Ummah) Abdullah bin Abbas. Sedankan Lubabah yangkecil adalah ibu dari "Si Pedang Allah" (Saifullah) Khalid bin Walid. Lubabah kecil biasa dijuluki al Ishma. Beberapa ulama bersilang pendapat apakah dia (lubabah kecil) termasuk dalam kategori sahabat atau tabi'in sebagaimana yang disinyalir oleh Abu Umar dalam al Isti'ab. Namun, Ibnu Katsir memasukkan namanya dalam jajaran sahabat. Sedagkan, Lubabah besar biasa dijuluki "Ummul Fadhl". Dia adalah istri Abbas bin Abdul Muthalib, ibu dari Fadhl, Abdullah dan putranya yang lain.
Diantara keutamaan wanita pada masa Lubabah besar adalah termasuk orang-orang yang pertama masuk islam. Lubabah besar masuk islam setelah Khadijah binti Khuwailid. Dalam hal ini, Abdullah bin Abbas pernah berkata, "Saya dan ibu saya termasuk orang-orang muslim pertama yang tertindas dari kalangan wanita dan anak-anak." (Riwayat Bukhari)
L:ubabah besar termasuk salah seorang wanita muslimah yang cukup disegani di kalangan kaumnya, di antara keutamaan "Ummul Fadhl" (Lubabah besar) adalah wanita yang dikaruniai sudara ipar dari kalangan orang mulia. Bagaimana tidak, saudarinya yang bernama Maimunah adalah istri Rasulullah saw.. Kemudian datang Abbas menikahi asiknya yang bernama Lubabah. Adiknya yang lain, yang bernama Salma, diperistri oleh Hamzah. Sedangkan adiknya yang lain juga yang bernama Asma diperistri oleh Ja'far bin Abu Thalib. Setelah Ja'far meninggal, datang Abu Bakar menikahi janda Ja'far (Asma). Sepeninggal Abu Bakar, Ali datang menggantikan posisi Abu Bakar (menikahi Asma).
Dalam al Isti'ab, Abu Umar menuturkan bahwa Lubabah besar termasuk wanita yang subur (dari pernikahannya dengan Abbas, dia dikaruniai enam putra cerdas). Karena kewibawaannya di kalangan wanita Arab, rasulullah kerap sekali mengunjunginya. Dalam periwayatan hadist, Lubabah besar juga meriwayatkan beberapa hadist dari Rasulullah saw.. Jumlah hadist yang diriwayatkannya sebanyak 30 hadist. Tiga di antaranya diriwayatkan dalam kitab shahihain (Bukhati-Muslim). Satu hadist termasuk muttafaq'alaih (disepakati keabsahannya oleh Bukhari_Muslim), satu yang lainnya hanya diriwayatkan oleh Muslim. Putranya Abdullah bin Abbas juga meriwayatkan dari ibunya. Disebutkan dalam shahih Bukhari bahwasannya para sahabat mengadu (bertanya-tanya) apakah Rasulullah saw. puasa pada hari Arafa? Lalu diutuslah "Ummul Fadhl" mendatangi beliau dengan membawa secawan susu. Rasulullah pun meminumnya di tempat wukuf, maka para sahabat tahu bahwa beliau tidak berpuasa.
Demikian sekilas tentang Lubabah besar, ibu Abdullah, yang sejak pertama berharap agar putranya kelak menjadi orang yang mencatat sejarah. Suatu hari sambil menimang putranya (Abdullah) Lubabah berkata :
"Saya telah korbankan tenaga dan keperawananku (demi putraku), maka putraku ini harus menjadi pemimpin, baik bagi orang yang keras maupun orang yang lembut."
Ternyata harapan Lubabah pun tercapai, salah satu putranya yang bernama Abdullah menjadi seorang pemimpin kaumnya dengan ilmunya, sehingga ia mendapat gelar Habrul Ummah "Tinta Umat". Demikianlah kelembutan seorang ibu kepada putranya. Lubabah meninggal sebelum suaminya Abbas bin Abi Thalib pada masa pemerintahan Utsman bin Affan.
ARWA BINTI ABDUL MUTHALIB (BIBI RASULULLAH SAW)
Arwa bin Abdul Muthalib termasuk orang yang masuk islam di Mekkah dan ikut hijrah ke Madinah. Sebelum masuk islam, dia termasuk orang yang mendukung perjuangan Rasulullah saw. Suatu hari, orang-orang di sekitarnya memberitahu bahwa putranya Kulaib bin Umair masuk islam di rumah al Arqam bin Abil Arqam al Makhzumi. Sepulang dari sana Kulaib langsung menemui ibunya dan berkata, "(wahai ibu) saya telah mengikuti (agama) Muhammad dan saya telah memeluk islam karena Allah." Ibunya menjawab, "Sesungguhnya orang yang paling berhak kamu dukung dan bela adalah putra pamanmu (Muhammad). Demi Allah, seandainya saya mampu sebagaimana kaum laki-laki maka saya akan selalu membelanya." Kulaib berkata, "kalau memang demikian, apa yang menghalangi ibu untuk masuk islam dan menjadi pengikutnya (Muhammad). Padahal saudara Hamzah telah masuk islam?" Ibunya menjawab, "Saya melihat saudari-saudariku dulu (kalau mereka masuk islam) saya akan menjadi salah satu dari mereka." Kulaib berkata, "sesungguhnya saya memohon kepadamu demi Allah untuk mendatanginya (Muhammad), memebri salam kepadanya,mempercayainya dan bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah."
Setelah masuk islam, Arwa binti Abdul Muthalib termasuk salah satu wanita yang paling gigih membela Rasulullah saw. dengan lisannya dan menyuruh putranya untuk selalu taat dan patuh terhadap Rasulullah saw. Suatu hari, Abu Jahal telah mempersiapkan sekelompok orang kafir Mekkah untuk menganiaya Rasulullah, mendenagr hal itu Kulaib langsung pergi menemui Abu Jahal lalu memukulnya sampai kulit Abu Jahal terkelupas. Seketika itu juga gerombolan tersebut menyeret Kulaib dan mengikatnya. Tidak lama kemudian datanglah Abu Lahab membebaskannya.
Orang-orang memberitahu Kulaib yang membela Rasulullah kepada ibunya seraya berkata, "(wahai Arwa), tahukah anda bahwa putra anda telah menjadi pembela Muhammad?" Dengan tegas Arwa menjawab, "Hari yang terbaik bagi Kulaib adalah hari dimana dia membela putra pamannya (Muhammad) karena memang apa yang dia bawa adalah kebenaran yang datangnya dari Allah." Mereka bertanya, "Kalau begitu anda juga pengikut Muhammad?", Arwa menjawab, "Benar." Mendengar hal tersebut sebagian orang-kafir melaporkan keislaman Arwa kepada Abu Lahab. Datanglah Abu Lahab menemui Arwa dan berkata, "Sesungguhnya suatu berita mengejutkan atas kamu yang telah mengikuti Muhammad dan meninggalkan agama Abdul Muthalib." Arwa menjawab, "Memang sudah seharusnya demikian. Sekarang berdirilah di samping putra saudaramu (Muhammad saw) untuk menolong dan membelanya. Apabila sudah jelas perkaranya (kebenaran Muhammad nagimu) maka kamu boleh memilih, kamu ikut dengannya (masuk islam) atau kamu tetap dalam agamamu." Sambil berpaling pergi, Abu Lahab menjawab, "Kita adalah kaum yang disegani di kalangan Arab, bagaiman kita harus tunduk dengan orang yang datang dengan agama baru." Arwa menjawab Abu Lahab dengan satu bait syair, "Sesungguhnya Kulaib telah menolong putra pamannya. Ia jaga Rasulullah dalam lindungannya dan ia infakkan hartanya (untuk perjuangan)."
Perdebatan antara Abu Lahab dan Arwa menggambarkan kita pada sosok ibu yang tegar dan tegas dalam membela putranya yang memperjuangkan kebenaran. Dalam syairnya yang lain Arwa memuji Rasulullah seraya berkata, "Wahai Rasulullah, emgkaulah harapan kami karena engkau telah berbuat baik kepada kami dan engkau tidak pernah semena-mena terhadap kami." Demikianlah sosok ibu teladan Arwa binti Abdul Muthalib yang selalu mencurahkan perhatiannya kepada perjuangan Rasulullah saw. dan selalu menyeru kepada putranya untuk mendukung dan menbela Rasulullah. Arwa, sang ibu teladan meninggal pada sekitar tahun 15 Hijriyah.
UMMU AIMAN BARAKAH BINTI MUHSIN
Seorang anak yatim terkadang menemukan seseorang yang menggantikan posisi ibunya dalam memberikan kasih sayangnya dan merawatnya sebagaimana kisah Ummu Aiman yang sering merawat Rasulullah saw. bersama ibu kandungnya Aminah binti Wahab. Pada saat penduduk Arab sebelum kelahiran Rasulullah saw. bersorak ria atas kemenangan mereka terhadap tentara gajah (Ashabul Fil) yang datang menyerang Ka'bah, Aminah binti Wahab yang saat itu sedang hamil tua lebih memilih menyendiri dari keramaian kota Mekkah, dia ingin merasakan ketenangan dan kebahagiaan dengan bayi yang sebentar lagi akan dilahirkannya. Namun, sesaat dia teringat suaminya yang telah meninggal dunia sehingga tidak ikut merasakan saat-saat yang berbahagia dalam kehidupan suami istri. Namun, cahaya yang ia lihat sebelu kelahiran Rasulullah saw. memberikan ketentraman dan ketenangan dalam hatinya serta melupakannya dari segala kegundahan.
Kasih sayang Allah swt kepada bayi yang alhir dalam keadaan yatim tersebut turun mengembuskan rasa sayang dan kelembutan kepada hati-hati para pengasuh bayi tersebut. Seorang budak Habasyah yang mewarisi anak yatim yang kehilangan ayahnya tersebut diembusi rasa sayang oleh Allah. Oleh karena itu, ia curahkan segala perhatian, kasih sayang dan kelembutannya kepada buah hatinya yang semata wayang. Belum beberapa lama sang bayi diasuh dan dirawat dalam buaian ibunya, sang ibu harus rela melepaskan bayi tersebut untk disusui oleh seorang ibu yang tak kalah sayangnya kepada bayi tersebut. Dibawalah bayi tersebut meninggalkan kota Mekkah ke alam pedesaan yang terpencil (al Badiah)
Selang beberapa waktu kemudian, bayi tersebut dibawa kembali ke Mekkah untuk diasuh di bawah buaian sang ibu kandung dan pengasuhnya. Ketika sang ibu kandung hendak bertandang ke Yatsrib (Madinah) bersama anaknya untuk mengunjungi paman-pamannya dari Bani Najjar, ibu pengasuh pun ikut menemani mereka berdua. Setelah si anak dan ibunya merampungkan keperluannya di Yatsrib, pulanglah anak tersebut ke Mekkah di bawah belaian kedua ibunya. Namun, belum jauh dari kota Yatsrib, sang ibu kandung terkena sakit sebagaimana yang dialami bapaknya sebelum dia dilahirkan. Akhirnya, ketika mereka hampir mendekati sebuah tempat dekat Abwa, sang ibu Rasulullah menemui ajalnya.
Pulanglah anak yatim piatu tersebut dengan ibu asuhnya menemui kakek dan paman-pamannya di Mekkah tanpa ada seorang pun yang menemani perjalanan mereka. Sejak saat itu ibu asuh merawat anak kecil tersebut hingga tumbuh dewasa. Setelah menginjak usia dewasa, sang anak melepaskan ibu asuhnya dengan membela hak-haknya untuk hidup mandiri. Tidak lama kemudian, sang ibu menikah dengan seorang pendatang dari Yatsrib. Sang ibu asuh pun ikut suaminya ke Yatsrib setetlah tinggal beberapa waktu di Mekkah. Sepeninggal suaminya, sang ibu asuh kembali ke Mekkah dengan seorang putra, Aiman bin Ubaid hasil pernikahan mereka guna menemui putra pertamanya (Muhammad saw) dan hidup bersama-sama lagi.
Karunia Allah kepada anak yatim tersebut (Muhammad) semakin sempurna karena anak yatim tersebut sama sekali tidak pernah merepotkan ibu asuhnya. Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah saw pernah mengekspresikan kelembutan dan kasih sayang ibu asuhnya dengan berkata, "Sesungguhnya dia (Ummu Aiman) sisa dari keluargaku." Sebaliknya,kasih sayang Rasulullah kepada ibu asuhnya pun sangat besar dan dalam banyak kesempatan beliau selalu berusaha agar ibu asuhnya bisa hidup bahagia. Untuk itu beliau pernah bersabda, "Barang siapa yang ingin mendapat kebahagiaan untuk menikahi seorang wanita ahli surga, hendaknya dia menikahi Ummu Aiman."
HALIMAH ASSA'DIYAH (IBU SUSU RASULULLAH SAW)
Siapa saja yang berbicara tentang Sirah Nabawiyah sejarah Nabi Muhammad saw pasti akan ditemui nama Halimah as Sa'diyah menjadi ibu susu bagi Rasulullah saw dengan kepribadiannya yang mulian dan kelembutan hatinya. Adalah takdir Allah SWT yang menghendaki Halimah menjadi ibu susu bagi Rasulullah yang datang bersama para wanita Bani Sa'ad. Karena pada saat itu tidak ada bayi yang disusui kecuali hanya cucu Abdul Muthalib yang yatim.
Halimah as Sa'diyah berasal dari keturunan Bani Asad bin Bakar Hawazin sampai pada garis keturunan Qais 'Ailan. Karena kemuliaan dan akhlak yang baik serta kelembutannya, Halimah dipilih oleh Abdul Muthalib untuk menyusui kedua cucunya Muhammad dan Abu Sufyan. Setelah empat tahun Rasulullah saw diasuh dan dididik oleh Halimah dengan Akhlak Arab, solidaritas yang tinggi, kemuliaan, kebenaran dan kejujuran. Ketika Rasulullah saw menginjak usia lima tahun lebih satu bulan, Halimah mengembalikannya kepada keluarganya setelah merasakan karunia Allah yang ia dapati selama mengasuh si anak yatim tersebut.
Cinta Rasulullah kepada Halimah begitu mendalam sampai suatu hari datanglah salah seorang wanita memberitahu tentang kematian Halimah,beliau langsung beruraian air mata. Setelah itu wanita tersebut berkata kepada beliau, "Sesungguhnya saudara-saudaramu (satu susu) membutuhkanmu." Datanglah beliau menemui mereka untuk memenuhi kebutuhan mereka. Lebih lanjut wanita tersebut berkata, "Sebaik-baik orang yang dikafili adalah kamu saat kecil, dan sebaik-baik orang juga kamu saat besar, karena kamu banyak membawa berkah."
Mendengar perkataan wanita tersebut, Rasulullah langsung teringat akan masa kecilnya,masa dimana beliau dan saudara-saudaranya merasakan belaian kasih sayang seorang ibu yang lembut. Sosok ibu Halimah tentunya meninggalkan kesan yang mendalam pada diri beliau. makanya tidak heran, begitu beliau mendengar kematiannya, berlinanglah air matanya. Kepada siapa saja yang memelihara anak yatim, saya persembahkan kisah Halimah yang dibalas oleh Allah dengan rezeki yang melimpah dan pahala yang agung lantaran kelembutan dan kasih sayangnya yang telah dicurahkan kepada anak yatim (Muhammad saw).
Kepada anak asuh, penulis sertakan sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Abu Ya'la dan lainnya dari Imarah bin Tsauban dari Abu ath Thufail bahwasannya ketika Rasulullah saw sedang membagikan daging di al Ja'ranah, datanglah seorang wanita dari pedesaan (badawwiyah). Ketika wanita tersebut mendekati Rasulullah, beliau langsung menggelar sorbannya dan mempersilahkan wanita tersebut duduk di atasnya. Abu ath Thufail pun bertanya, "Siapakah dia?" Para sahabat yang lain menjawab, "Dialah yang ibunya menyusui Rasulullah saw."
ASY-SYAIMA BINTI HARITS AS SA'DIYAH
Begitu menyebut Halimah as Sa'diyah, ingatan kita tentunya kembali pada seorang saudari susu Rasulullah saw yaitu Asy Syaima as Sa'diyah. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Rasulllah saw anak semata wayang yang tidak mempunyai saudara maupun saudari kandung. Namun, beliau mempunyai banyak saudara satu susu. Mereka itu adalah sebagaimana yang dituturkan Ibnu Ishak dari riwayat Yunus bin Bakiir dan yang lainnya darinya Abdullah, Anisah, Hudzaifah banul Harits dan Hudzaifah banyak yang mengatakan dia adalah Asy Syaima.
Bersama ibunya, asy Syaima juga ikut merawat dan mengasuh Rasulullah saw. Oleh karena itu banyak dijumpai orang Arab menami putrinya dengan "ash Syaima" sebagai tanda kehormatan atas jasanya dalam merawat Rasulullah saw. Suatu hari asy Syaima menimang Nabi saw seraya berkata, "Wahai Tuhanku, jagalah Muhammad demai kami sampai kami melihatnya tumbuh dewasa, kemudian kami ingin melihatnya sebagai seorang pemimpin yang disegani, dan hancurkanlah para musuhnya dan orang yang dengki kepadanya. Serta berikanlah dia kemuliaan yang kekal untuk selamanya." Mendengar lantunan doa yang diucapkan asy Syaimah tersebut, Abu Urwah al Azdi berkata, "Alangkah indahnya jika Allah mengabulkan doanya."
Dalam riwayat Abu Umar dikisahkan bahwa suatu hari kuda yang ditunggangi Rasulullah saw berhenti mendadak di Hawazin. Para sahabat pun menyeret kuda tersebut sekuat tenaga, namun kuda tersebut tetap diam. Tidak lama kemudian datanglah asy Syaima dan berkata, "Sesungguhnya saya adalah sahabat kalian." Ketika para sahabat mendekatinya, dia mendekati Rasulullah sambil menunjukkan tanda yang beliau kenal, "Wahai Muhammad, saya adalah saudarimu." Seketika itu juga beliau menyambutnya sambil menggelar surbannya dan mempersilahkan duduk di atasnya. Dengan rasa haru Rasulullah berkata kepadanya, "Kalau kamu ingin pulang ke kaummu, saya akan mengantarmu. Atau dengan penuh rasa hormat, silahkan kamu menetap di sini." Asy Syaima menjawab, "Tidak, saya ingin pulang ke kaumku." Ia lalu masuk islam dan beliau menghadiahkan seekor unta serta tiga orang budak laki-laki dan seorang budak peempuan (amah).
siapa saja yang mempunyai peran dalam hidup Rasulullah sa baik ketika beliau masih kecil maupun setelah setelah diutus sebagai rasul, sudah selayaknya untuk kita sebagai kaum muslimin mengenang dan menghormati atas jasa dan pengorbanannya demi Rasul tercinta. Rasulullah pun dalam hal ini teklah memberi teladan kepada kita sebagaimana hadist di atas. Dengan mengenang jasa-jasa mereka, setidaknya akan memotivasi kita untuk mengikuti jejak mereka dengan terus menghidupkan dan melestarikan sunnah-sunnah Rasul. Karena hanya orang-orang yang mempunyai keutamaan yang tahu akan hakikat keutamaan.
* Bismillah...wellcome to Postart Alifah
* View web version untuk berkomentar, bagi yang menggunakan smartphone
* Berkomentarlah dengan bijak, and have I nice day