Arti Istihadha dan Cara Membedakan Darah Haid Dengan Istihadhah

Arti Istihadha dan Cara Membedakan Darah Haid Dengan IstihadhahKalau keluarnya darah haid terus berlangsung dan melebihi kebiasaan masa berlangsungnya darah haid maka darah itu adalah darah istihadhah. Kadang-kadang darah haid wanita juga bercampur dengan darah istihadhahnya sehingga kita perlu mengetahui perbedaan antara darah haid dan darah istihadhah dan dapat menentukan hukum agamanya. Karena sesungguhnya dengan begitu kita dapat menentukan berlalunya masa haid dan menentukan kewajiban mandi. Sedangkan darah istihadhah tidak mewajibkan seorang wanita untuk mandi. Yang wajib baginya ialah berwudhu setiap kali hendak melakukan shalat, setelah dia mandi untuk bersuci dari haid. Seperti yang akan dijelaskan pada baris-baris berikutnya.

Cara membedakan Antara Darah Haid dengan Istihadhah, wanita yang mengeluarkan darah istihadah tidak terlepas dari empat hal berikut ini :
  1. Wanita yang dapat membedakan dan tidak mempunyai kebiasaan
  2. Wanita yang mempunyai suatu kebiasaan tetapi tidak mampu membedakan
  3. Wanita yang tidak mempunyai kebiasaan dan juga tidak mampu membedakan
  4. Wanita yang memiliki kebiasaan dan kemampuan untuk membedakan
Wanita yang Dapat Membedakan dan Tidak Memiliki Kebiasaan

Yaitu wanita yang dapat membedakan antara darah haid dan darah lainnya, tetapi ia tidak memiliki suatu kebiasaan yang tetap mengenai datang dan masa berlangsungnya haid. Sehingga dia dapat membedakan dan menganggap dirinya masih dalam keadaan haid selama darah haidnya masih keluar, yaitu darah yang berwarna hitam yang terus keluar dan melebihi masa haidnya. Atas dasar itu dapat ditetapkan hukum bagi wanita dalam keadaan seperti ini, bahwa darah haidnya ialah darah yang keluar pada masa keluarnya darah hitam. Dan apabila darahnya berubah berwarna kekuning-kuningan dan encer maka itulah darah istihadhah. Oleh karena itu dia harus mandi karena masa haidnya telah berakhir dan berwudhu pada setiap kali hendak melakukan shalat. Karena begitulah hukum yang berlaku bagi wanita yang mengalami istihadhah. Itulah pendapat yang dikemukakan oleh mazhab Hambali, Malik, Syafi'i dan lain-lain. Berdasarkan hadistt Nabi saw yang diriwayatkan dari Aisyah r.a, ia berkata :

"Fathimah binti Hubaisy datang kepada Rasulullah saw seraya bertanya, "Wahai Rasulullah, saya sedang istihadhah, saya tidak suci, apakah saya harus meninggalkna shalat?" Nabi saw menjawab, "Sesungguhnya darah itu adalah penyakit dan bukan darah haid. Jika datang waktu haid, maka tinggalkanlah shalat, dan jika masanya telah habis maka mandilah dari darah haid dan shalatlah". Dalam riwayat lain, "Sesungguhnya saya sedang istihadha dan saya tidak suci, apakah saya harus meninggalkan shalat? Nabi saw menjawab, "Jangan, sesungguhnya darah itu adalah penyakit tapi tinggalkanlah shalat sebanyak hari yang biasa kamu haid lalu mandi dan shalatl".

Ketika memberikan penjelasan terhadap hadist di atas tersebut, Ibnu Hajjar mengatakan, "Hadist tersebut dapat dijadikan dalil bahwa apabila dapat membedakan darah haid dari derai istihadhah, maka ia harus memperhatikan datang dan perginya darah haid. Jika darah haid telah habis masa berlalunya, maka hendaklah dia mandi dan darah yang masih terus mengalir adalah darah istihadha yang dihukumi sebagai hadast, lalu dia harus tetap kali hendak shalat". Atau dengan kata lain, jika datang waktu haid yang biasa, maka dia dapat membedakan sifat dan warna darah haidnya dari darah yang lain". Perlu diketahui bahwa untuk mengetahui datangnya masa haid adalah didasarkan pada kebiasaan atau didasarkan pada sifat darah haidnya, atau dengan kedua-duanya.

Menurut riwayat Nasa'i, dikatakan bahwa ketika Fathimah binti Abu Hubaisy sedang istihadhah, Rasulullah saw bersabda kepadanya, "Seaungguhnya darah haid itu hitam seperti diketahui banyak orang. Jika terjadi seperti itu maka tinggalkanlah shalat. Jika keluar adalah darah yang lain maka berwudhulah dan shalatlah. Dalam riwayat lain disebutkan : Maka berwudhulah karena darah itu hanyalah penyakit (bukan darah haid)". Sabda Nabi saw dalam hadist ini ialah sesungguhnya darah haid itu hitam seperti diketahui orang, atau seperti diketahui banyak wanita, hal ini menunjukkan bahwa wanita dapat mengambil keputusan melalui pembedaan sifat darah. Jika darah itu hitam maka ia adalah darah haid, dan jika tidak maka ia adalah darah istihadhah.

Wanita yang Memiliki Kebiasaan Haid Tetapi Tidak Mampu Membedakan
Yakni wanita yang mempunyai kebiasaan yang teratur di dalam haidnya tetapi tidak mampu membedakan darahnya karena darahnya tidak pernah berhenti atau darahnya mempunyai sifat yang sama dan tidak berbeda antara sebagian dengan sebagian lainnya, dan kalau berhenti maka berhentinya lebih pendek dari masa haid yang biasa atau lebih lama darinya sehingga sulit dibedakan, kalau dia mempunyai kebiasaan haid yang teratur sebelum mengalami istihadhah maka ia harus duduk selama hari-hari yang biasa dia mengalami haid, kemudian mandi untuk bersuci dari haidnya ketika kebiasaan masa haid itu habis, kemudian berwudhu setelah itu pada setiap kali hendak shalat, begitulah pendapat uang dikemukakan oleh mazhab Imam Hambali, Abu Hanifah dan Syafi'i. Imam Malik bertanya, "Kebiasaan dalam haid itu tidak diperhitungkan sama sekali, yang diperhitungkan adalah pembedaan antara darah haid dan yang bukan haid. Jika tidak dapat dibedakan maka dia harus bersuci setelah tiga hari berlalunya masa kebiasaan haid, jika haid nya belum melampaui lima belas hari, dan setelah itu dianggap sedang mengalami istihadhah, berdasarkan hadist Fathimah yang disebutkan di atas.

Hujjah yang dikemukakan oleh Imam Hambali dan orang-orang sepakat dengan mereka adalah sebagai berikut :
  • Ummu Salamah meriwayatkan bahwa seorang wanita yang mengeluarkan darah dari rahimnya pada zaman Rasulullah saw. Kemudian dianjurkan oleh Ummu Salamah meminta fatwa kepada Rasulullah saw, maka Nabi saw bersabda kepadanya, "Hendaklah ia menunggu beberapa siang dan malam ketika dia haid pada sebulan sebelumnya, yaitu sebelum ia terkena istihadhah, hendaklah dia meninggalkan shalat sejumlah hari-hari haid pada bulan itu. Dan jika hari-hari terlampaui maka hendaklah ia mandi, kemudian melekatkan kain tebal, lalu shalat". Hadist Nabi saw ini menunjukkan bahwa wanita yang mengalami istihadah dianjurkan untuk merujuk kepada kebiasaan haidnya sendiri yang dia ketahui sebelum dia mengalami istihadhah.
  • Dalam hadist Fathimah binti Hubaisy diriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda kepadanya, "Tinggalkanlah shalat selama hati-hari yang dahulu engkau mengalami haid, kemudian mandilah dan shalatlah".
  • Dalam hadist Ummu Habibah disebutkan bahwa dia bertanya kepada Nabi saw mengenai darah, kemudian beliau berkata kepadanya, "Diamlah selama engkau terhalangi oleh hari-hari haidmu dahulu, kemudian mandilah dan shalatlah". Hadist tersebut menunjukkan bahwa wanita yang sedang mengalami istihahdah harus merujuk kebiasaan haid yang berlaku pada dirinya jika dia memiliki suatu kebiasaan yang teratur, kemufian dia mandi ketika masa haidnya telah habis. Sabda Rasulullah saw, "Kemudian mandilah", menurut Syafi'i Sufyan bin Uyainah, Al Laist bin Sa'ad dan lain-lain hanyalah perintah beliau kepada wanita untuk mandi dan shalat, nukan perintah mandi setiap kali shalat. Syafi'i berkata, "Saya tidak ragu lagi bahwa manfi wanita setiap kali shalat adalah sunnah dan tidak wajib baginya".
Bagaimana cara menetapkan kebiasaan dalam haid?
Suatu kebiasaan dalam haid tidak dapat ditetapkan berdasarkan satu kali pengalaman, karena sesungguhnya kebiasaa itu diambil berdasarkan pengalaman yang berulang-ulang dan sudah barang tentu pengulangan itu tidak hanya sekali terjadi. Lalu apakah suatu kebiasaan itu dapat ditetapkan berdasarkan dua kali atau tiga kali pengalaman? Sebagian pengikut mazhab Hambali menetapkan kebiasaan berdasarkan dua kali pengalaman karena sesungguhnya kebiasaan itu diambil dari pengulangan, dan dia telah mengulanginya sebanyak dua kali. Sedangkan sebagian uang lain mengatakan, "Kebiasaan itu tidak dapat ditetapkan kecuali dengan tiga kali atau lebih, karena sesungguhnya kebiasaan itu tidak diungkapakan untuk sesuatu yang banyak dan minimal terjadi sebanyak tiga kali".

Dengan apa suatu kebiasaan ditetapkan?
Kebiasaan itu ada dua macam yaitu yang sama dan yang berbeda. Kebiasaan yang sama yaitu kebiasaan yang jumlah hari-harinya sama. Misalnya empat hari setiap bulan. Oleh sebab itu, kalau seorang wanita mempunyai kebiasaan empat hari haid dan mengalami istihadhah, maka dia harus "duduk" empat hari saja. Sedangkan kebiasaan yang berbeda ialah kebiasaan yang berurutan. Seperti dia melihat darah haid pada bulan ini selama tiga hari, bulan kedua selama empat hari, bulan ketiga lima hari, kemudian kembali pada tiga hari dan empat hari sebagaimana yang dialami sebelumnya. Dengan memiliki kebiasaan tersebut, kalau dia mengalami istihadhah pada satu bulan, maka dia dapat menentukan masa haidnya berdasarkan kebiasaan yang dimilikinya sesuai dengan urutan tersebut. Kalau dia lupa urutan hitungan haid mana yang sedang berlaku pada satu bulan, maka dia harus mengambil yang paling yakin, kemudian menentukan hitungan hari haidnya menetapkan hitungan haidnya selama tiga hari, kemudian mandi dan shalat pada hari-hari yang tersisa pada bulan itu.

Berkaitan dengan kebiasaan berbeda yang tidak teratur, sepeti haid pada bulan ini selama tiga hari dan pada bulan kedua empat hari, kemudian pada bulan ketiga selama lima hari, maka dapat diambil ketentuan sebagi berikut, kalau apat ditetapkan kebiasaan seperti itu dan tidak berbeda maka kebiasaan itulah yang diikuti, dan apabila kebiasaan tidak tetap maka harus diambil masa haid yang paling sedikit, akni tiga hari, jika dia tidak memiliki masa haid yang lebih singkat daripada itu, kemudian mandi setelah masa haid yang paling sedikit tersebut.

Bila wanita memiliki kebiasaan?
Wanita tidak dianggap memiiki kebiasaan samai dia mengetahui bulan waktu haidnya dan waktu sucinya. Jumlah hitungan bulan yang paling sedikit adalah empat belas hari, satu hari untuk haid dan tiga belas hari sisanya masa suci, akan tetapi kebanyakan bulan wanita di sini adalah bulan yang dikenal dikalangan manusia. Jika wanita telah mengetahui bila bulannya adalah tiga pulu hari, masa haidnya lima hari dan masa sucinya dua puluh lima hari serta mengetahui awal mula hari haidnya, maka dia dianggap telah memiliki suatukebiasaan. Begitu pula jika dia mengetahui hari-hari haidnya dan hari-hari sucinya, maka dia dianggap mengetahui bulannya. Tetapi jika mengetahui hari-hari haidnya dan tidak mengetahui hari-hari sucinya atau mengetahui hari-hari sucinya tetapi tidak mengetahui hari-hari haidnya, maka dia tidak dianggap memiliki suatu kebiasaan, kita arus mengembalikannya kepad kebiasaan yang paling sering dan harus dianggap sebagai kebiasaan haidnya setiap bulan. Kemudian kita harus mengembalikannya kepada jumlah hari haidnya kepada enam hingga tujuh hari, karena begitulah yang paling dering dialami.

Wanita yang Tidak Mempunyai Kebiasaan dan Tidak Mampu Membedakan
Dalam hadist Nabi saw yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan lain-lain dari Hamnah binti Jahsy berkata :
"Saya pernah mengalami istihadhah. Darah yang keluar sangat banyak. Lalu saya datang kepada Nabi saw untuk meminta fatwa kepadanya dan memberitahukan masalah itu kepadanya. Ternyata saya menemukan beliau sedang berada di rumah saudara perempuan saya, Zainab binti Jahsy. Sya berkata kepada Rasulullah saw : "Wahai Rasulullah sesungguhnya saya sedang mengalami istihadhah, dan darah yang keluar sangat banyak. Maka apa yang engkau perintahkan kepadaku, sesungguhnya ia membuatku tidak puasa dan shalat?", Rasulullah menjawab, "Apakah engkau mempunyai kapas (Al Kursuf)? karena sesungguhnya ia dapat menghilangkan darah". Dia berkata, "darah tersebut terlalu deras untuk kapas tersebut". Nabi saw bersabda, "perkuatlah sumbatannya". Dia berkata, "Ia lebih kuat daripada sumbatan itu". Nabi saw berssabda lagi, "Kenakanlah pakaian". Dia berkata, "darah itu lebih banyak daripada itu". Keringatnya mengucur sangat deras sekali. Maka Nabi saw bersabda, "Saya akan memerintahkan dua perkara kepadamu, perkara manapun yanh dapat kamu lakukan maka lakukanlah, tetapi jika engkau kuat terhadap dua perkara tersebut maka engkau dalam hal ini adalah lebih tahu daripada saya. Sesungguhnya darah itu adalah akibat hentakan dari syetan. Hitunglah dirimu telah hadi selama enam atau tujuh hari, kemudian mandilah, jika kamu telah melihat bahwa dirimu telah suci dan bersih, maka shalatlah dua puluh empat atau dua puluh tiga hari siang dan malam, puasalah dan shalatlah, begitulah yan boleh engkau lakukan. Di samping itu lakukanlah yang biasa dilakukan oleh wanita-wanita yang mengalami haid kemudian bersuci pada hari penghabisan haid dan sucinya. Jika engkau kuat melakukan perkara ini, yaitu mengakhirkan shalat dzuhur dan mengawalkan shalat ashar, maka mandilah ketika hendak bersuci, kemudian shalatlah dzuhur dan ashar, kemudian akhirkanlah shalat magrib san walkan shalat isya, akhirkanlah shalat magrib dan awalkanlah shalat isya, kemudian shalatlah. Selain itu lakukanlah puasa jika engkau kuat untuk melakukannya. Kemudian Rasulullah saw bersabda lagi, "Inilah dua perkara yang paling kuat yang paling mengagungkan saya".

Hadist tersebut dapat dijadikan dalil oleh orang yang mengatakan bahwa wanita yang mengalami istihadhah harus merujuk kepada kebiasaan yang paling sering berlaku bagi para wanita kalau dia sendiri tidak mengetahui kebiasaan dirinya dan tidak mampu membedakan antara sifat-sifat darah haid dan darah istihadhahnya. Mandi yang terdapat dalam hadist tersebut merupakan suatu anjuran, karena sesungguhnya Rasulullah saw mengaitkan manid tersebut dengan kekuatannya, sehingga keterkaitan tersebut meunjukkan tidak adanya kewajiban.

Di samping itu, sabda Nabi saw : "Perkara manupun yang dapat kamu lakukan maka lakukanlah". Merupakan kaitan lain bagi tidak adanya kewajiban untuk mandi. Kesimpulannya, hukum mandi untuk setiap shalat tidaklah wajib bagi wanita tersebut. Dia hanya cukup mandi sekali saja dari haidnya, setelah hitungan masa haidnya selesai. Selain itu, haidt tersebut juga dapat dijadikan sebagai dalil bagi bolehnya menjamak dua shalat fardhu dengan satu kali bersuci, dan sesungguhnya penentuan jumlah haid selama enam atau tujuh hari merupakan suatu ijtihad yang boleh dilakukan olehnya dan bukan dengan menyamakan masa haidnya kepada keluarganya yang sebaya umumnya. Berdasarkan sabda Nabi saw, "Jika kamu telah melihat dirimu telah suci dan bersih...".

Wanita yang Memiliki Kebiasaan dan Mampu Membedakan
Yaitu wanita yang memiliki kebiasaan dan ketika mengalami istihadhah dia mampu membedakan darahnya, sebagian hitam dan sebagian merah. Jika darah yang keluar itu hitam pada masa kebiasaan haid maka telah disepakati bahwa kebiasaan dan sifat-sifat darah itu memang sama-sama bekerja. Akan tetapi jika darah berwarna hitam itu melebihi masa kebiasaan haid atau lebih singkat darinya sehingga dapat disebut sebagai darah haid, maka ada dua pandangan dalam mazhab Hambali.

Pertama, yang diperlakukan adalah pembedaan adalah pembedaan dengan sifat darah, dan kebiasaan masa haid harus diabaikan, karena sesungguhnya sifat darah itu merupakan pertanda baginya, sehingga kebiasaan masa haid itu harus diabaikan.

Kedua, yakni berdasarkan dengan lahiriyah ucapan Imam Ahmad, yang mengacuhkan kebiasaan. Begitulah pandangan kebanyakan para pengikut azhab Hambali hujjah mereka ialah bahwa Nabi saw pernah menolak Ummu Habibah dan seorang wanita yang pernah disuruh oleh Ummu Salamah untuk meminta fatwa kepadanya agar merujuk kepada kebiasaan yang berlaku bagi masa haidnya dan tidak membedakan atau menyebutkan bahwa wanita itu dapat membedakan sifat-sifat darahnya atau tidak. Di samping itu, sesungguhnya kebiasaan yang berlaku dianggap lebih kuat karena indikasinya tidak dapat disangkal, sedangkan indikasi yang ditunjukkan oleh wanita itu melebihi masa haid, sehinnga indikasinya dianggap batal. Sehingga sesuatu yang indikasinya tidak dapat disangkal maka itulah yang lebih kuat dan lebih utama.


Kesimpulannya, wanita yang sedang mengalami istihadhah hanya diwajibkan mandi sekali dari haidnya, jika masa haidnya telah berlalu dia harus mandi dan bersuci dari haidnya yang telah dia ketahui jumlah masanya sebagaimana yang telah dijelaskan pada empat kondisi yang dialami oleh wanita yang mengalami istihadhah. Setelah mandi satu kali, dia hanya perlu wudhu pada setiap kali shalat, sepeti yang telah dijelaskan di atas.

Baca juga hukum-hukum yang berkaitan dengan wanita yang istihadhah.

* Bismillah...wellcome to Postart Alifah
* View web version untuk berkomentar, bagi yang menggunakan smartphone
* Berkomentarlah dengan bijak, and have I nice day

ARTIKEL MENARIK LAINNYA