13 Panduan Tata Cara Mandi Wanita Lengkap : Kewajiban dan Sunnahnya

Mandi menurut kebiasaan para ahli fiqih ialah membasuh seluruh tubuh, dan ketika mandi dimaksudkan untuk menghilangkan hadast besar seperti jinabat, maka ada dua kewajiban di dalamnya. Pertama niat, yang dimaksudkan dengan niat ialah niat dalam hati orang yang mau mandi untuk menghilangkan hadast yang mewajibkan mandi, seperti jinabat dan haid.

Kedua, membasuh seluruh anggota badan, maksudnya ialah mengalirkan air ke seluruh bagian badan sampai semuanya terkena air tanpa terkecuali. Jika bagian tubuh belum teraliri semuanya dengan air maka manidnya belum dianggap cukup, berdasarkan firma Allah swt, "...dan jika kamu junub, maka mandilah...". (QS. Al Maidah : 6)


Artinya, sucikanlah badanmu, yang dimaksudkan dengan badan ialah bagian yang tampak dan juga bagian yang tidak tampak. Seluruh bagian itu harus dibersihkan selama ia tidak sulit untuk dibersihkan. Dan oleh karena itu juga seseorang diwajibkan berkumur dan membersihkan hidungnya, karena sesungguhnya memasukkan air ke dalam mulut dan hidung bukan merupakan sesuatu yang sulit. Akan tetapi dalam keadaan darurat seseorang boleh tidak membasuh bagian badan, misalnya kalau ada luka atau tulang yang patah, sehingga kita cukup mengusap bagian yang atas perban yang luka tersebut atau bidai yang menyangga bagian tulang patah. Sebagaimana yang akan dijelaskan pada bagian yang selanjutnya.

Cara Mandi
  1. Membasuh kedua tangannya hingga pergelangan sebanyak tiga kali.
  2. Membasuh farjinya dan bagian badan yang terkena kotoran.
  3. Wudhu seperti wudhu untuk shalat, hanya saja dia harus mengakhirkan basuhan terhadap kedua kakinya menunggu sampai selesai.
  4. Mengguyurkan air ke atas kepalanya dan seluruh anggota badannya sebanyak tiga kali dengan niat mandi dari hadast yang mewajibkan mandi. Sebaiknya dimulai dengan bagian kanan, kemudian bagian kiri, menggosok badannya dengan tanan.
  5. Membasuh kedua kakinya hingga kedua mata kakinya.
  6. Disnunnahkan untuk menyelai-nyelai pangkal rambut kepalanya dan jenggotnya dengan tangan dan air sebelum membasuhkan air kepadanya.
Kaidahnya ialah bahwa sesungguhnya mandi wanita dari hadast besar seperti jinabat dan lain-lain adalah seperti mandi yang disyari'atkan bagi kaum lelaki, kecuali ada bagian-bagian yang spesifik bagi wanita yang hendak disebutkan berikut ini.

Menguraikan Rambut Wanita Dalam Mandi Dari Jinabat
Wanita tidak diwajibkan menguraikan rambutnya ketika mandi jinabat. Dalam hal ini tidak ada perbedaan pendapat antara para ulama berdasarkan hadist Ummu Salamah, diantaranya, "Saya berkata, "Wahai Rasulullah, sesungghnya saya adalah seoarng wanita yang mengikat kencang gulungan rambut kepala saya, maka apakah saya harus menguraikannya untuk mandi jinabat?" Rasulullah menjawab, "tidak, cukup bagimu mengguyur kepalamu sebanyak tiga kali, kemudian mengalirkan air ke seluruh tuuhmu maka sucilah kamu".

Ketika sampai suatu berita kepada Aisyah r.a bahwa Abdullah bin Ummar meyuruh wanita untuk menguraikan ramut kepalanya ketika mandi, maka Aisyah berkata, "Sungguh sangat mengherankan Ibnu Umar ini : Dia menyuruh para wanita menguraikan rambutnya ketika mandi. Mengapa dia tidak menyuruh menggundul kepalanya sekalian? Saya pernah mandi bersama Rasulullah saw dari satu bejana, dan saya tidak melebihkan tiap siraman ke atas kepala saya".

Barangkali pengarahan yang diberikan oleh Ibnu Umar itu dapat terjadi karena belum sampai kepadanya hadist Ummu Salamah dan Aisyah. Atau mungkin dapat dipahami bahwa dahulu Ibnu Umar memerintahkan mereka untuk menguraikan rambut hanyalah sebagai anjuran dan sikap kehati-hatian dan buka suatu kewajiban. Dan tidak diragukan lagi bahwa wanita memiliki hak untuk menguraikan rambutnya ketika mandi jinabat kalau dia mau melakukannya.

Menguraikan Rambut Wanita Haid dan Nifas Ketika Mandi
Sesungguhnya pada dasarnya menguraikan rambut adalah wajib, agar ia sampai pada bagian tubuh yang wajib dibasuh dalam mandi. Akan tetapi hal itu dimaafkan dalam mandi jinabat. Sebab ia sering kali terjadi dan hal itu dianggap sangat menyusahkan. Sedangkan haid tidaklah seperti itu sehingga hukumannya masih tetap wajib.Imam Muslim meriwayatkan dalam shahihnya, dari Aisyah r.a bahwa Asma bertanya kepada Nabi saw mengenai mandi dari haid. Nabi saw menjawab :

"Hendaklah salah seorang diantara kalian mengambil air dan daun bidara, kemudian bersuci dengannya sebaik mungkin kemudian menyiramkan air kepadanya, dan menggosokkan dengan kuat, sehingga sampai kekulit kepalanya, lalu menyiramkan ke seluruh tubuhnya, kemudian mengambil kain  berfarfum, lalu mempergunakannya untuk bersuci...".

Menyisir Rambut Bagi Wanita yang Mandi Dari Haid
Imam Bukhari meriwayatkan dari Aisyah r.a, bahwa dia memulai ikhram bersama Rasulullah saw pada haji wada. kemudian ia haid dan tidak bersuci hingga masuk dalam Arafah. Maka Aisyah berkata, "Wahai Rasulullah, ini malam Arafah dan saya telah melaksanakan Umroh". Maka Rasulullah saw bersabda kepadanya, "Uraikan rambutmu, sisir, dan akhiri umrohmu".

Penggunaan Parfum Bagi Wanita Ketika Mandi Dari Haid
Sesungguhnya penggunaan parfum bagi wanita haid adalah sangat dianjurkan oleh syariat agama, yang menunjukkan anjuran yang sangat ditekankan itu ialah adanya keringanan dari seorang wanita yang sedang berduka cita karena ditnggal mati oleh suaminya. Dia diperbolehkan untuk mempergunakan sedikit parfum, dan memakainya ketika dia mandi dari haid, yaitu untuk menghilangkan bau tidak enak dari badannya. Padahal penggunaan parfum sebetulnya tidak pas dengan kondisi wanita yang masih berduka cita, akan tetapi karena wanita yang sedang haid sangat memerlukannya maka dia diperbolehkan untuk mempergunakan farfum. Semua ditunjukkan oleh hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab shahihnya, dari Ummu 'Athiyah, ia mengatakan :

"Kami dilarang untuk berrduka cita atas seorang yang meninggal dunia lebih dari tiga hari kecuali atas suami. Yaitu empat bulan sepuluh hari. Kami tidak mempergunakan cela mata, farfum, dan tidak empergunakan pakaian yang bercahaya (mencolok), kecuali pakaian 'ashb (bersulam dari Yaman). Selain itu kami juga diberi keringanan ketika bersuci dan mandi dari haid untuk mempergunakan kust azhfar (kayu garu yang asapnya bebrbau hau)...".

Sebagian orang mengatakan bahwa cara penggunaan salah satu jenis parfum hitam ini adalah dengan meletakkannya di bara api, sehingga keluiar asap wanginya untuk menghilangkan sisa bau darah ketika dia hendak melakukan shalat, setelah mandi dan bersuci dari haidnya.

Tempat Mandi Wanita dan Mandi di Tempat Pemandian Umum
Wanita sebaiknya mandi di rumahnya dan di tempat yang aman dan jauh dari pandangan mata orang lain. Itulah yang biasanya dilakukan oleh orang banyak. Namun, bolehkah wanita mandi di luar rumahnya? Jawabnya sesungguhnya pada dasarnya wanita dilarang mandi di tempat seperti pemandian umum. Akan tetapi dia boleh mandi di tempat umum kalau ada udzur dari haid, nifas, jinabat, sakit atau karena ada keperluan lain untuk mandi di tempat tersebut dan tidak memungknkan baginya untuk mandi di rumahnya karena adanya udzur tersebut, atau karena takut  bahwa dia mandi di rumahnya maka dia akan terkena penyakit atau bahaya, sehingga dalam kondisi seperti itu dia diperbolehkan mandi di pemandian umum. Dengan syarat bahwa di aharus menundukkan pandangannya, menutupi auratnya dan tidak masuk ke tempat wanita yang lan. Karena dalam suatu hadist Nabi saw bersabda:

"Seorang laki-laki tidak diperbolehkan melihat aurat laki-laki, dan seorang wanita tidak boleh melihat dari aurat wanita. Dan seorang laki-laki tidak boleh mempergunakan satu pakaian yang dipergunakan dalam saat yang sama dan begitu pula wanita tidak diperbolehkan secara bersamaan dalam saat yang sama".

Jika Wanita yang Sedang Haid Itu Junub
Apabila seorang wanita yang sedang menjalani haid memiliki kewajiban untuk mandi jinabat, maka ia tidak harus mandi sehingga haidnya selesai. Karena mandi saat haid sedang berlangsung tidak berfungsi sama sekali. Apabila ia tetap melaksanakan mandi jinabat ketika sedang menjalani masa haid maka mandinya dianggap sah dan dapat menghilangkan jinabatnya, sementara hukum haid masih berlaku padanya hingga masa haidnya selesai.

Cara Mandi Jinabat
  1. Membaca basmallah dengan  niat menghilangkan hadast besar melalui mandi.
  2. Membasuh kedua telapak tangan 3 kali.
  3. Membersihkan segala kotoran yang terdapat pada kemaluannya.
  4. Berwudhu seperti ketika hendak mengerjakan shalat.
  5. Membasuh kepala dan kedua telinga sebanyak 3 kali.
  6. Menyiramkan air ke seluruh tubuh
Dalam mandi jinabat dimungkinkan bagi seorang muslimah untuk membaca basmallah dan berniat, lalu membasuh kedua tangan dan kemauluannya, kemudian mengguyur seluruh tubuhnya dengan air disertai berkumur. Ketika mandi, wanita muslimah harus memperhatikan bagian ketiak, lutut dan pusar, sehingga bagian-bagian tersebut benar-benar terkena iar, demikian juga dengan kulit kepala.

Hal-hal Yang Dimakruhkan Dalam Mandi
  1. Mandi di tempat yang mengandung najis, karena dikhawatirkan najis tersebut akan mengenai tubuhnya.
  2. Mandi di air yang tidak mengalir. Hal ini didasarkan sabda Rasulullah saw : "Janganlah salah satu dari kalian mandi dalam air yang tidak mengalir, sementara pada saat itu ia dalam keadaan junub". (HR. muslim)
  3. Diwajibkan mandi di bali tabir. Sebagaimana sabda Rasulullah : "Sesungguhnya Allah Azza Wa Jallah itu Maha Malu dan Dia sangat mencintai rasa malu. Karena itu, apabila salah seorang diantara kalian mandi, maka hendaklah ia menutup diridari pandangan orang lain". (HR. Abu Dawud)
  4. Berlebih-lebihan dalam penggunaan air. Sebagaimana sabda Rasulullah saw : "Janganlah kalian berlebih-lebihan di dalam menggunakan air, meskipun pada saat itu berada di sungai yang airnya mengalir".

Mandi Haid Sama Dengan Mandi Jinabat
Di dalam pelaksanaan  mandi seusai masa haid atau pada saat junub, seorang wanita muslimah disunnatkan agar membawa kapas atau potongan kain untuk mengusap tempat keluarnya darah atau mani, guna menghilangkan sisa-sisanya. Selain itu disunnatkan mengusap bekas darah atau mani dengan minyak jafharon atau farfum lainnya atau sabun. Jika tidak mendapati parfum atau sabun naka air saja sudah cukup.

Jika seorang wanita wanita mandi jinabat atau mandi seusai masa haid, lalu ia hanya berkumur, maka cukup baginya hal itu sebagai pengganti wudhu, meskipun hanya dengan sekali mandi. Karena Rasulullah saw tidak pernah mandi setelah berjima melainkan hanya sekali. Jima di sini dalam pengertian baik hanya bersentuhan antara kemaluan laki-laki dan perempuan maupun yang mengeluarkan air mani, dimana keduanya merupakan sebab diwajibkannya mandi. Untuk itu satu kali mandi saja cukup mewakili keduanya, sebagaimana mandi dari hadast dan najis. Sementara ketika mandi, seorang wanita muslimah tidak diwajibkan melepas ikatan rambutnya.

Beberapa Hal Yang Disunnatkan Dalam Mandi
  1. Membasuh kedua tangan sebanyak 3 kali.
  2. Membasuh kemaluan.
  3. Berwudhu secara sempurna seperti hendak melakukan shalat.
  4. Menyiramkan air keseluruh tubuh, yang dimulai dari setengah bagian sebelah kanan kemudian setengah bagian sebelah kiri dan satu siraman lagi keseluruh tubuh.
  5. Membasuh kedua ketiak, pusar dan kedua lutut.

Hukum Bagi Wanita Junub apabila Tidak Mendapatkan Air
Bagi wanita muslimah yang sedang dalam keadaan junub, lalu tidak mendapatkan air, maka diperbolehkan baginya bertayammum. Sebagimana Amar bin Yatsir pernah bercerita :

"Aku pernah diutus Rasulullah untuk suatu keperluan kemudian aku junub dan tidak menemukan air, lalu aku terguling-guling di atas tanah, seperti layaknya binatang ternak. Selanjutnya aku mendatangi Nabi saw dan meceritakan hal itu. Lalu beliau berkata : Sebenarnya cukup bagimu melakukan dengan kedua tanganmu begini. Maka Nabi pun memberikan contoh dengan menepukkan kedua tanga beliau ke tanah sekalitepukan dan mengusapkan tangan kiri ke tangan kanan, lalu pada bagian belakang telapak tangan serta wajahnya". (HR. Muttafaqul 'Alaih)

Hukum Bagi Wanita Yang Pada Tubuhnya Terdapat Luka
Apabila seluruh bagian wudhu dalam keadaan luka, maka dimungknkan bagi wanita muslimah untuk bertayammum. Jika tidak juga memungkinkan baginya untruk bertayammum, maka diperbolehkan baginya shalat sesuia dengan keadaan yang dialaminya.

Sedang jika bagian luka itu hanya terdapat pada sebagian dari anggota wudhu lalu ia bertayammum maka shalatnya menjadi tidak sah. Untuk itu, ia diharuskan berwudhu pada sebagian dari anggota wudhu yang tidak luka, dan luka yang tidak memungkinkan untuk diusap dengan air boleh ditinggalkan. Allah memang Maha Adil, segala urusan dalam beribadah tidak membuat sulit bagi hamba-hamba-Nya.

Baca juga : 8 macam mandi yang disunnahkan dalam islam.

* Bismillah...wellcome to Postart Alifah
* View web version untuk berkomentar, bagi yang menggunakan smartphone
* Berkomentarlah dengan bijak, and have I nice day

ARTIKEL MENARIK LAINNYA